Kraksaan, Lensaupdate.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo melalui Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) terus melakukan terobosan dalam mengoptimalkan penerimaan pajak daerah. Salah satunya, dengan pemasangan alat monitoring pajak daerah berbasis digital bernama Taxmapper di sejumlah Wajib Pajak (WP) di wilayah Kabupaten Probolinggo.
Langkah ini merupakan tindak lanjut atas penerapan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Peraturan Bupati (Perbup) Probolinggo Nomor 31 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Sistem Pelaporan Data Transaksi Usaha Wajib Pajak Daerah Secara Elektronik.
Kepala BPPKAD Kabupaten Probolinggo Kristiana Ruliani melalui Kepala Bidang Pendapatan Moh. Idris mengatakan pemasangan Taxmapper bertujuan untuk mempermudah proses pencatatan dan pelaporan pajak daerah oleh wajib pajak. Selain itu, alat ini memungkinkan pemerintah daerah memantau secara langsung peredaran usaha dan omzet WP.
“Taxmapper ini sangat efektif untuk meningkatkan akurasi data pelaporan serta kepatuhan wajib pajak. Dengan begitu, potensi kebocoran dalam pemungutan dan penyetoran pajak daerah bisa ditekan. Ini bagian dari upaya kami meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujarnya.
Dalam prosesnya jelas Idris, setelah alat terpasang setiap WP akan menyerahkan user ID dan password kepada tim admin Taxmapper (dari Great Code) untuk mengakses perangkat yang dipasang di tempat usaha. "Selanjutnya, BPPKAD akan menggelar bimbingan teknis secara bertahap terkait pengoperasian Taxmapper dan disertai uji coba secara langsung oleh WP," lanjutnya.
Tidak hanya untuk kepentingan pemerintah daerah terang Idris, keberadaan Taxmapper juga menawarkan sejumlah manfaat konkret bagi wajib pajak. Alat ini membantu pelaku usaha dalam melakukan pembukuan secara elektronik, sehingga memudahkan mereka memantau perkembangan usahanya.
“Dengan data yang terekam, para pelaku usaha bisa menganalisis kapan peak hour atau peak season dalam bisnis mereka. Bahkan, untuk pelaku usaha yang belum memiliki aplikasi kasir, kami sediakan aplikasi kasir secara gratis,” tambahnya.
Menurut Idris, keberadaan Taxmapper diharapkan mampu mendorong peningkatan pelaporan dan kepatuhan pajak secara signifikan. Data transaksi usaha yang terkumpul akan lebih andal dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Monitoring pendapatan pajak juga bisa dilakukan secara real time. Ini sangat membantu pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan, terutama untuk mendorong pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM),” terangnya.
Idris menambahkan pentingnya pelaku usaha memahami ketentuan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk sektor makanan dan minuman, termasuk restoran, warung makan, kafe dan usaha sejenis lainnya.
"Tarif pajak disesuaikan dengan omzet usaha. Meliputi, omzet 0-4,5 juta rupiah per bulan tidak dikenakan pajak daerah, omzet di atas 4,5 juta hingga 24 juta rupiah per bulan dikenakan tarif 5% dan omzet di atas 24 juta rupiah per bulan dikenakan tarif 10%," ungkapnya.
Lebih lanjut Idris menerangkan pajak daerah ini dibayarkan secara otomatis oleh konsumen pada saat melakukan pembayaran. Nantinya, pihak penjual akan mengumpulkan pajak tersebut untuk kemudian disetorkan ke pemerintah daerah. "Seluruh penyetoran pajak wajib dilakukan secara non-tunai, baik melalui mobile banking, transfer bank maupun QRIS," jelasnya.
Idris optimistis penerapan Taxmapper akan menjadi tonggak penting dalam transformasi digital di sektor perpajakan daerah. Dengan sistem yang transparan dan akuntabel, pemerintah daerah yakin dapat meningkatkan PAD secara signifikan, sekaligus membantu pelaku usaha dalam menjalankan usahanya secara tertib administrasi.
“Harapan kami, sinergi antara pemerintah daerah dan pelaku usaha dapat terus terjalin erat demi kemajuan bersama. Ini bukan sekedar soal pajak, tetapi juga upaya untuk menciptakan tata kelola usaha yang sehat, transparan dan berdaya saing,” pungkasnya. (nab/zid)