Pemkab Probolinggo Gelar FGD Pengawasan Pelaksanaan Perda PDRD


Dringu, Lensaupdate.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo melalui Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) menggelar Focus Group Discussion (FGD) guna memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) di ruang Seruni Mal Pelayanan Publik (MPP) Kabupaten Probolinggo, Selasa (24/6/2025).

FGD yang dipimpin langsung oleh Kepala BPPKAD Kabupaten Probolinggo Kristiana Ruliani didampingi Kepala Bidang Pendapatan Moh. Idris ini diikuti 15 perwakilan dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), RSUD Waluyo Jati dan RSUD Tongas.

Secara daring, kegiatan ini dihadiri narasumber Dira Ensyadewa selaku Perencana Ahli Muda Direktorat Pendapatan Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI. Ia memaparkan Matriks Temuan Evaluasi terhadap pelaksanaan Perda PDRD Kabupaten Probolinggo yang menjadi dasar diskusi dan tindak lanjut berikutnya.

Kepala BPPKAD Kabupaten Probolinggo Kristiana Ruliani mengatakan FGD ini merupakan rangkaian dari proses fasilitasi, konsultasi dan evaluasi terhadap Perda yang baru diberlakukan. 

“Tujuannya tidak lain untuk menciptakan sistem pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih sehat dan berkelanjutan, sehingga berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Kristiana menekankan pentingnya kepatuhan pemerintah daerah terhadap amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), khususnya pasal 99 yang menyatakan bahwa hasil evaluasi harus ditindaklanjuti dalam waktu 15 hari. Jika tidak, pemerintah daerah dapat dikenai sanksi administratif.

Terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Kristiana mengungkapkan sistem pengenaan akan dilakukan dengan tarif tunggal (single tarif) dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) akan diatur lebih lanjut melalui peraturan kepala daerah (perkada). “Hal ini diharapkan memberi kepastian hukum dan kemudahan administrasi dalam pembayaran pajak,” terangnya.

Selain itu jelas Kristiana, pemerintah daerah juga diminta untuk meninjau kembali batas minimal pengenaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang saat ini ditetapkan minimal Rp 5 juta. “Ini menjadi penting untuk memastikan bahwa setiap potensi pajak daerah dapat dioptimalkan,” tambahnya.

Menurut Kristiana, tempat usaha seperti Bromo Permai dan Artotel Cabin memiliki kewajiban membayar pajak daerah, karena bersifat memaksa sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan. Ini berbeda dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersifat layanan atau retribusi.

“Dengan FGD ini diharapkan terjadi penyelarasan antara pemerintah daerah dan pusat dalam pelaksanaan regulasi pajak dan retribusi serta meningkatnya kepatuhan dan efisiensi dalam pengumpulan PAD untuk mendukung pembangunan daerah,” pungkasnya. (mel/zid)